Mereka
berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)
mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun
orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya
(dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya
atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS At-Taubah:
32-33)
Senin, 25 Maret 2013
Rabu, 20 Maret 2013
VITALITAS
Para pahlawan mukmin sejati selalu
unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang
gairah kehidupan yang bertalu-talu dalam jiwa mereka. Itulah yang membuat sorot
mata mereka selalu tajam, di balik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat
mereka selalu penuh harapan, di saat virus keputusasaan mematikan semangat
hidup orang lain. Itulah vitalitas.
Tidak pernahkah kesedihan
menghinggapi hati mereka? Tidak ada jalan bagi ketakutan menuju jiwa mereka?
Pernahkah mereka tergoda oleh keputusasaan untuk mengundurkan diri dari pentas
kepahlawanan? Adakah di saat-saat dimana mereka merasa lemah, cemas, dan tidak
mungkin memenangkan pertarungan?
Para pahlawan itu tetaplah manusia biasa.
Semua gejala jiwa yang dirasakan oleh manusia biasa juga dirasakan para
pahlawan. Ada saat dimana mereka sedih. Ada saat dimana mereka takut.
Jenak-jenak kelemahan, keputusasaan, kecemasan dan keterpurukan pun pernah
menderita jiwa mereka.
Akan tetapi, yang membedakan para
pahlawan adalah bahwa mereka selalu mengetahui bagaimana mempertahankan
vitalitas, bagaimana melawan ketakutan-ketakutan dan kesedihan-kesedihan,
bagaimana mempertahankan harapan di hadapan keputusasaan, dan bagaimana
melampaui dorongan untuk menyerah dan pasrah di saat kelemahan mendera jiwa
mereka. Mereka mengetahui bagaimana melawan gejala kelumpuhan jiwa.
Vitalitas hidup biasanya dibentuk
dari paduan keberanian, harapan hidup, dan kegembiraan jiwa. Namun, ketiga hal
ini dibentuk oleh paduan keyakinan-keyakinan iman dan talenta kepahlawanan
dalam diri mereka. Dari sini saya kemudian menemukan bahwa para pahlawan mukmin
sejati selalu memiliki tradisi spiritualitas yang khas. Mereka mempunyai
kebiasaan-kebiasaan khas yang dibentuk oleh keyakinan yang unik terhadap
keghaiban. Dengan cara itu, mereka mempertahankan keyakinan mereka pada
pertolongan Allah dan harapan akan kemenangan. Dengan cara itu, mereka
mempertahankan stamina perlawanan yang konstan. Kebiasaan-kebiasaan yang khas itu
biasanya berbentuk ibadah mahdhoh, tetapi biasanya disertai juga
dengan perilaku-perilaku tertentu yang sangat pribadi. Misalnya dua contoh
berikut ini:
Dalam suatu peperangan. Kaum
Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin
lainnya. Merekapun menanyakan rahasia kekuatan itu pada Ibnu Taimiyah. Beliau
menjawab, “Ini adalah buah dari Ma’tsurat yang selalu saya baca di pagi hari
setelah shalat subuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan
yang dahsyat setiap setelah melakukan wirid itu. Tapi, jika suatu saat saya
tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh hari itu.”
Suatu saat, dalam perang Yarmuk,
Khalid Bin Walid menyuruh dengan marah beberapa pasukannya untuk mencari topi
perangnya yang hilang dari kepalanya. Beberapa saat kemudian pasukannya muncul
dan melaporkan kalau topi Khalid tidak berhasil ditemukan. Khalid pun marah dan
menyuruh mereka mencari kembali. Akhirnya mereka menemukannya. Khalid kemudian
merasa perlu menjelaskan sikapnya yang unik itu. “Di balik topi perang saya ini
ada beberapa helai rambut Rasulullah saw. Tidak pernah saya memasuki suatu
peperangan dan memakai topi ini, melainkan pasti saya merasa yakin bahwa
Rasulullah saw mendoakan kemenangan bagi saya.”
Itu hanyalah sebentuk hubungan
Khalid yang sangat pribadi dengan Rasulullah saw yang pernah
menggelarinya ”pedang Allah yang senantiasa
terhunus”. [anismatta.wordpress.com]
Rabu, 13 Maret 2013
Apa yang kita dapatkan dari film
“Habibie & Ainun” yang sekarang tengah diputar di berbagai bioskop? Saya
sendiri belum menonton dan tidak tertarik untuk menontonnya. Membaca resensinya
saja –seperti yang sudah diposting oleh mbak Winda Maulida (http://www.kompasiana.com/windamaulida) dan teman lainnya di Kompasiana– sudah membuat saya
menangis, apalagi kalau langsung menonton filmnya. Saya tidak membayangkan akan
berapa hari saya menangis. Seperti yang saya dengar dari semua teman yang
pernah menyaksikan film tersebut, mereka mengaku menangis. Termasuk teman yang
tidak biasa menangis.
Dikisahkan Habibie dan Ainun di masa
remaja menempuh pendidikan di SMP yang sama. Tahun demi tahun pun berlalu,
hingga pada tahun 1962, mereka berdua bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh
cinta pada Ainun yang sudah berubah menjadi gadis cantik. Karena kecantikannya
banyak pria yang menaruh hati pada Ainun. Kebanyakan yang menyukai Ainun adalah
pria berpangkat dan kaya, tapi Habibie sama sekali tidak minder. Dengan percaya
diri ia datang ke rumah Ainun menggunakan becak sedangkan para ‘pesaingnya’
kebanyakan bermobil.
Ainun tidak silau dengan semua
pangkat dan kekayaan, ia lebih memilih Habibie dan menikah dengannya. Setelah
menikah, mereka pergi ke Jerman. Disana Habibie menyelesaikan studi S3-nya dan
berharap bisa kembali ke Indonesia untuk bisa membuat pesawat terbang produksi
anak bangsa seperti janji yang pernah diucapkan ketika sakit.
Habibie yang dihormati di Jerman,
ternyata tidak dihormati di negerinya sendiri. Mimpi untuk membangun tanah air
mengalami banyak hambatan. Terpaksa ia bekerja di industri Kereta Api di
Jerman. Sampai tiba masanya Habibie memiliki kesempatan untuk mewujudkan
mimpinya. Ia kembali ke Indonesia dan mulai berkarya. Habibie sukses
mengembangkan teknologi di tanah air.
Kesuksesan Habibie mengabdikan diri
pada negara, berdampak pada keluarganya. Ia tak lagi memiliki waktu untuk
keluarga, bahkan untuk dirinya sendiri. Ia hanya sempat tidur satu jam setiap
hari. Usai melepas jabatan sebagai Presiden RI, ia kembali ke Jerman bersama
Ainun. Di Jerman mereka hidup lebih tenang dan damai. Tapi tak bertahan lama.
Ainun divonis menderita kanker ovarium stadium 4, memaksanya harus dirawat di
rumah sakit dan menjalankan operasi berkali-kali.
Selama sakit, Habibie dengan setia
merawat Ainun dan menjaganya sampai Ainun menutup mata. Sebuah perpisahan yang
sangat berat bagi siapapun yang saling mencinta.
Kebersamaan Yang Indah
Sangat mendalam kebersamaan Habibie
dengan Ainun. Rasa cinta terhadap sang isteri sedemikian besar, hingga Habibie
merasakan kekosongan dalam relung jiwanya. Konon, kira-kira dua pekan setelah
kematian Ainun, suatu hari Habibie memakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan
mondar-mandir, sambil memanggil “Ainun… Ainun…” Ia mencari Ainun di setiap
sudut rumah.
Ainun adalah perempuan istimewa di
mata Habibie. Ia menepati janji untuk selalu mendampingi Habibie sampai akhir
hidupnya, di kala susah maupun senang. Bahkan pada detik-detik terakhir menjelang
kepergiannya, ia tetap memikirkan Habibie. “Saya tidak bisa, saya tidak bisa
berjanji akan menjadi istri yang sempurna untukmu. Tapi saya akan selalu
mendampingimu, saya janji itu.” Itu janji Ainun ketika dilamar oleh Habibie.
Dan ia membuktikannya.
Episode Habibie dan Ainun adalah
contoh keluarga yang mampu menjaga kebersamaan hingga akhir usia. Sudah pasti,
mereka juga diterpa berbagai dinamika kehidupan layaknya pasangan lainnya.
Namun Habibie dan Ainun mampu bertahan dan menjaga kebersamaan yang begitu
indah. Habibie sebagai suami memiliki banyak kelemahan, sebagaimana suami
lainnya. Ainun sebagai isteri juga memiliki banyak kekurangan, sebagaimana
isteri lainnya. Namun mereka berdua mampu menjadi pasangan yang setia dan
bahagia hingga akhir usia.
Tidak perlu sempurna untuk menjadi
pasangan yang setia dan bahagia. Semua dari kita memiliki kelemahan dan
kekurangan. Tidak ada suami yang sempurna, sebagaimana tidak ada isteri yang
sempurna. Untuk itu, yang diperlukan adalah kedewasaan sikap dalam menjalani
kehidupan keluarga. Setiap badai, setiap masalah, setiap tantangan, harus
disikapi dengan penuh kehati-hatian, agar tidak menggoyahkan kekokohan
keluarga. Masalah sebesar apapun akan terasa indah, apabila mampu disikapi
dengan tepat dan dilewati dengan kebersamaan.
Kita Hadapi Bersama
Di antara kunci menikmati
kebersamaan adalah pada sikap suami dan isteri saat menghadapi permasalahan.
“Kita hadapi bersama”, adalah kata kuncinya. Persoalan suami dan isteri harus
dihadapi bersama, bukan saling melempar kesalahan kepada pihak lainnya. Kadang
suami merasa benar sendiri, dan menganggap isteri yang salah. Kadang isteri
merasa selalu benar, dan suamilah yang salah. Sikap saling melempar ini tidak
produktif, karena menunjukkan ketidakdewasaan sikap hidup berkeluarga.
“Itu masalahmu sendiri, bukan
masalahku”, ungkapan seperti ini menandakan tidak adanya kebersamaan saat
menghadapi permasalahan. Bahkan seandainya masalah tersebut terkait pekerjaan
di kantor, atau urusan yang menyangkut jabatan, profesi, atau posisi di tempat
kerja. Suami dan isteri tetap memiliki peran saling meringankan dengan berbagai
cara yang bijak. Bukan intervensi dalam sisi profesional atau jabatan, tetapi
intervensi dalam kaitan moral. Sebagai suami isteri, yang harus saling berbagi,
saling meringankan beban, saling membantu dan menjaga.
Masalah apapun akan lebih ringan
dihadapi, apabila suami dan isteri mampu menjaga sikap “kita hadapi bersama”.
Sikap ini menunjukkan kuatnya kebersamaan antara suami dan isteri. “Ini masalah
kita, maka mari kita hadapi bersama”. Alangkah indah sikap seperti ini. Sebuah
kedewasaan dalam menjalani hidup bersama di dalam rumah tangga. Suami dan
isteri saling bergandengan tangan, melewati hari-hari penuh kebahagiaan, karena
mereka mampu merawat kebersamaan.
Selamat pagi, selamat beraktivitas
dengan penuh cinta kepada keluarga. Salam Kompasiana.
Jumat, 01 Maret 2013
PENGALAMAN PERTAMAKU
Asyik juga belajar buat Website.... pertamakali... jadi buat pengalaman sekaligus pengetahuan,
dan salah satu ilmu yang kita harus ketahui.. karena banyak sekali manfaatnya.
Kami ucapkan Syukron terimakasih kepada instruktur.....Bung Irwan Burhan,. moga dapat pahala dan ganjaran dari Allah yang Maha Esa dan Kuasa. Begitu juga anaku si Irfan Mufid Al-Mutawakkil yang lagi belajar di Pesantren Darunnjah di Ulu Jami Pesanggrahan Jakarta Selatan. moga jadi anak yang soleh.... Selamat Belajar semoga sukses. Untk Kahfi yang lagi Kuliah di Unsrat Fak.Kesehatan Masyarkat, rajin belajar ya ! dan semangat.... maju terus... moga menjadi Mahasiswa Teladan dan untuk Luqmanul Hakim jadi Siswa The Best di SMA 7 Manado juga si Bungsu Nabil Mubarok jadi juara kelas 1 di SD Islamic Center Manado. Salam hormat buat Alm. Ayahku moga diampunkan dosa2nya dan diterima amal ibadahnya. Juga untuk Ibuku yang telah melahirkan dan keluarga Besar Depok serta teman2 di Alumni SMA 1 Jakarta, Alumni TD 76 Taman Siswa Jakarta. Trims.... Buat Instruktrur Bung Iwan Burhan. Wslm. Bambang Iriawan dan keluarga di Manado. DAN JUGA BUNG HAKIM....
dan salah satu ilmu yang kita harus ketahui.. karena banyak sekali manfaatnya.
Kami ucapkan Syukron terimakasih kepada instruktur.....Bung Irwan Burhan,. moga dapat pahala dan ganjaran dari Allah yang Maha Esa dan Kuasa. Begitu juga anaku si Irfan Mufid Al-Mutawakkil yang lagi belajar di Pesantren Darunnjah di Ulu Jami Pesanggrahan Jakarta Selatan. moga jadi anak yang soleh.... Selamat Belajar semoga sukses. Untk Kahfi yang lagi Kuliah di Unsrat Fak.Kesehatan Masyarkat, rajin belajar ya ! dan semangat.... maju terus... moga menjadi Mahasiswa Teladan dan untuk Luqmanul Hakim jadi Siswa The Best di SMA 7 Manado juga si Bungsu Nabil Mubarok jadi juara kelas 1 di SD Islamic Center Manado. Salam hormat buat Alm. Ayahku moga diampunkan dosa2nya dan diterima amal ibadahnya. Juga untuk Ibuku yang telah melahirkan dan keluarga Besar Depok serta teman2 di Alumni SMA 1 Jakarta, Alumni TD 76 Taman Siswa Jakarta. Trims.... Buat Instruktrur Bung Iwan Burhan. Wslm. Bambang Iriawan dan keluarga di Manado. DAN JUGA BUNG HAKIM....
Langganan:
Postingan (Atom)