VITALITAS
Para pahlawan mukmin sejati selalu
unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang
gairah kehidupan yang bertalu-talu dalam jiwa mereka. Itulah yang membuat sorot
mata mereka selalu tajam, di balik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat
mereka selalu penuh harapan, di saat virus keputusasaan mematikan semangat
hidup orang lain. Itulah vitalitas.
Tidak pernahkah kesedihan
menghinggapi hati mereka? Tidak ada jalan bagi ketakutan menuju jiwa mereka?
Pernahkah mereka tergoda oleh keputusasaan untuk mengundurkan diri dari pentas
kepahlawanan? Adakah di saat-saat dimana mereka merasa lemah, cemas, dan tidak
mungkin memenangkan pertarungan?
Para pahlawan itu tetaplah manusia biasa.
Semua gejala jiwa yang dirasakan oleh manusia biasa juga dirasakan para
pahlawan. Ada saat dimana mereka sedih. Ada saat dimana mereka takut.
Jenak-jenak kelemahan, keputusasaan, kecemasan dan keterpurukan pun pernah
menderita jiwa mereka.
Akan tetapi, yang membedakan para
pahlawan adalah bahwa mereka selalu mengetahui bagaimana mempertahankan
vitalitas, bagaimana melawan ketakutan-ketakutan dan kesedihan-kesedihan,
bagaimana mempertahankan harapan di hadapan keputusasaan, dan bagaimana
melampaui dorongan untuk menyerah dan pasrah di saat kelemahan mendera jiwa
mereka. Mereka mengetahui bagaimana melawan gejala kelumpuhan jiwa.
Vitalitas hidup biasanya dibentuk
dari paduan keberanian, harapan hidup, dan kegembiraan jiwa. Namun, ketiga hal
ini dibentuk oleh paduan keyakinan-keyakinan iman dan talenta kepahlawanan
dalam diri mereka. Dari sini saya kemudian menemukan bahwa para pahlawan mukmin
sejati selalu memiliki tradisi spiritualitas yang khas. Mereka mempunyai
kebiasaan-kebiasaan khas yang dibentuk oleh keyakinan yang unik terhadap
keghaiban. Dengan cara itu, mereka mempertahankan keyakinan mereka pada
pertolongan Allah dan harapan akan kemenangan. Dengan cara itu, mereka
mempertahankan stamina perlawanan yang konstan. Kebiasaan-kebiasaan yang khas itu
biasanya berbentuk ibadah mahdhoh, tetapi biasanya disertai juga
dengan perilaku-perilaku tertentu yang sangat pribadi. Misalnya dua contoh
berikut ini:
Dalam suatu peperangan. Kaum
Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin
lainnya. Merekapun menanyakan rahasia kekuatan itu pada Ibnu Taimiyah. Beliau
menjawab, “Ini adalah buah dari Ma’tsurat yang selalu saya baca di pagi hari
setelah shalat subuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan
yang dahsyat setiap setelah melakukan wirid itu. Tapi, jika suatu saat saya
tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh hari itu.”
Suatu saat, dalam perang Yarmuk,
Khalid Bin Walid menyuruh dengan marah beberapa pasukannya untuk mencari topi
perangnya yang hilang dari kepalanya. Beberapa saat kemudian pasukannya muncul
dan melaporkan kalau topi Khalid tidak berhasil ditemukan. Khalid pun marah dan
menyuruh mereka mencari kembali. Akhirnya mereka menemukannya. Khalid kemudian
merasa perlu menjelaskan sikapnya yang unik itu. “Di balik topi perang saya ini
ada beberapa helai rambut Rasulullah saw. Tidak pernah saya memasuki suatu
peperangan dan memakai topi ini, melainkan pasti saya merasa yakin bahwa
Rasulullah saw mendoakan kemenangan bagi saya.”
Itu hanyalah sebentuk hubungan
Khalid yang sangat pribadi dengan Rasulullah saw yang pernah
menggelarinya ”pedang Allah yang senantiasa
terhunus”. [anismatta.wordpress.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar